Selasa, 04 Juni 2013

Berlakon Pada Pecahan Kaca

"Pranggg..." suara cermin jatuh dan meninggalkan pecahan yang sangat membahayakan, Agrista memperhatikan dalam-dalam kaca yang awalnya sebuah bantuk segi empat yang berukuran kurang lebih 60 cm kini telah hancur manjadi beberapa bagian.
"Cukup, sudah cukup!" ia meneriaki dirinya sendiri,kepalanya berdenyut karena darah pada nadinya telah lari menuju kepalanya.
Ia keluar dari kamar mandi sambil membawa fotonya. Di dalam bingkai terlihat ia sedang berlakon menjadi salah satu peran perempuan Jawa, seperti pemain teater.
Lalu ia duduk pada salah satu sisi tempat tidur dan menatap lekat-lekat foto tiga tahun yang lalu, saat ia masih menjadi siswi di salah satu sekolah swasta ternama di Jakarta. Dengan matanya yang berbinar ia berkata dengan lirih, "Kamu memang Agrista, Agrista yang siap menjadi apa saja. Tapi bukan berarti dia dapat mempermainkan seorang pemain teater. Aku lebih lihai dari padanya, biar saja dia memulai hidup sengan perempuan itu. Aku lebih kuat, aku akan bersandiwara di depan pernikahannya besok, lihat saja!" Agrista bangkit mengambil gaun pesta yang sudah ada di tempatnya.
Ia tepat berada di kepingan pecahan kaca tadi, pantulan dirinya menjadi beberapa bagian yang saling memberika sudut pandang yang berbeda antara satu pecahan dengan pecahan yang lain. Agrista mencoba menatapnya kembali lekat-lekat. Tiba-tiba ia menangis tersedu-sedu, sangat pedih bila di dengarkan. Dan tidak lama kemudian ia tertawa amat keras, lalu diam dan ia duduk di dekat pecahan kaca itu, tanpa takut akan melukai kulit mulusnya. “Vin, aku ikhlas, sungguh ihklas. Lihat, aku tegar. Aku tidak akan lagi menangis dan mencampuri urusanmu. Besok terakhir aku melihat kamu dengannya, dengan wanita yang sesuai dengan agamamu dan semoga Tuhan memberkatiku. Aku ikhlas vin”.
Agrista tersenyum manis, walau wajahnya amat memilukan bila di lihat dengan seksama. Dirapihkannya pecahan kaca tersebut. Tanpa sengaja ibu jarinya menjadi korban pecahan kaca, ia tidak menggubris, tetap di rapihkannya. Dalam sisi kaca yang lain telihat, pipinya kembali basah oleh tangisan pilunya dengan darah di ibu jarinya.

Cimahi
24 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar