Jumat, 21 Juni 2013

Surat Untuk Bung Karno - Indonesia Kaya, Pemuda Bertindak


Indonesia Kaya, Pemuda Bertindak
Cimahi, 21 Juni 2013

Putra Indonesia Bung Karno
Di setiap sudut daerah di Indonesia

Assalamualaikum, wr. wb.,
Teringat kutipan Pidato Bung Karno di semarang 29 Juli 1956 "Negeri kita kaya, kaya, kaya-raya, Saudara-saudara. Berjiwa besarlah, berimagination. Gali ! Bekerja! Gali! Bekerja! Kita adalah satu tanah air yang paling cantik di dunia", akan mengingatkan kita betapa kita mempunyai tanah air yang begitu mewah dengan di kelilingi dengan kecantikan panorama alami maupun dengan suku dan budaya yang melimpah. 

Tanah yang terbentang dengan suburnya, laut yang mengombak di pantai dengan kesederhanaannya, gunung-gunung menjulang dengan keindahan dari kaki hingga ke puncaknya, aneka budaya yang mengisyaratkan kita untuk mempertahankan kesatuan, serta keindahan lainnya yang membuat kita percaya bahwa tangan Tuhan menciptakan karya indahnya sepanjang lautan dan pulau-pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Tapi sayang Bung, keindahan ini bukannya semakin eksotik melainkan semakin terjamahi oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Keindahan gunung kita banyak yang di coret-coret oleh orang-orang yang mengaku pendaki sejati, tanah kita yang amat subur ini di rusakan oleh pengaruh limbah yang tidak dapat di- urai, begitu juga pantai dan laut yang sebagian orang semena-mena merusak habitat penyu atau membuang sampah seenaknya.

Itu baru sebagian Bung, ada lagi yang membuat tanah air kita semakin miris. Orang-orang yang mencari nafkahnya melalui keindahan tanah air kita. Tapi mereka bukannya memperbaiki atau memanfaatkan secara positif sumber daya, melainkan merusak bahkan memperparah keadaan. Orang-orang ini mencari sesuap nasi untuk menyambung hidup dengan mengeruk gunung, menambah pasokan limbah, belum lagi kemacetan dan polusi yang semakin meraja lela.

Ohh ada beberapa yang ingin aku sampaikan Bung, ketika yang miskin semakin miskin, ternyata para pemegang kekuasaan banyak yang mengambil harta dengan kepintaran mereka. Orang-orang menyebutnya korupsi. Bung, aku sangat membenci mereka, kenapa mereka tega melihat penderitaan kami sedangkan mereka ada dalam kemewahan hasil curian, mereka menafkahi keluarga dengan uang haram dan korupsi bukannya semakin berkurang melainkan semakin menjadi-jadi dan bahkan dijadikan pekerjaan utama. Dan satu lagi Bung, beberapa hari lalu negara kita dilema akan kenaikan harga BBM dan pemberian BLSM. Dari Sumatra hingga Papua melakukan aksi, niatnya sih baik. Tapi kenapa mereka malah merusak sarana dan prasarana yang ada, hingga nantinya akan menjadikan sulit untuk kita sendiri. Tapi aksi mereka membuat rakyat menjadi terharu, menyumbang doa karena nantinya itu untuk mereka juga. Serta yang paling mengenaskan Bung, ketika saya menonton berita saat pejabat melaksanakan rapat Paripurna, mereka dengan santainya tertawa dan meledek bahan yang mereka rapatkan, sedangkan hal itu menentukan Indonesia ke depannya dan apakah mereka tidak melihat setidaknya di balik tembok itu, ada ratusan atau mungkin ribuan yang sedang melakukan aksi tanpa senyum sedikitpun, demi keseriusan masa depan negara.

Tapi Bung, saya kerap kali mendengar kutipanmu yang dipakai oleh jutaan manusia yaitu "Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia." Saya sebagai pemuda tidak bisa hanya berdiam diri serta bertopang dagu tanpa melakukan tindakan apapun demi masa depan negara, teman-temanku juga begitu. Dari berbagai pelosok berlomba menjadi cerdas, menjadi yang terdepan, memperhatikan serta menyumbangkan waktu, pikiran, tenaga dan finansial mereka demi kemajuan tanah air kita. Banyak juga komunitas maupun organisasi yang bergerak menyelamatkan serta kegiatan atau event untuk pendobrak semangat dan cambukan motivasi bagi rakyat terutama pemuda. Mulai dengan perbaikan alam, menjaga kelestarian dan hebatnya banyak kegiatan yang bertujuan meningkatkan ekonomi, sosial dan politik dengan cara yang seharusnya.

Bung, di kala negara ini semakin tirinjak namun kami sebagai pemuda menyingkirkan serta mengangkat harga diri bangsa. Kami tidak mau atas perjuangan pahlawan berakhir seperti bangkai yang tidak ada harganya. Ini tanah kami bung, ini rumah kami! Bung, semoga semakin banyak orang yang peduli dan bertidak menyelamatkan negara ini, sebelum terjatuh semakin dalam.
Amin...
#suratuntukbung
filmsukarno.com

Wassalamualaikum, wr. wb.,

Dita Wahyuningtyas



Selasa, 04 Juni 2013

Berlakon Pada Pecahan Kaca

"Pranggg..." suara cermin jatuh dan meninggalkan pecahan yang sangat membahayakan, Agrista memperhatikan dalam-dalam kaca yang awalnya sebuah bantuk segi empat yang berukuran kurang lebih 60 cm kini telah hancur manjadi beberapa bagian.
"Cukup, sudah cukup!" ia meneriaki dirinya sendiri,kepalanya berdenyut karena darah pada nadinya telah lari menuju kepalanya.
Ia keluar dari kamar mandi sambil membawa fotonya. Di dalam bingkai terlihat ia sedang berlakon menjadi salah satu peran perempuan Jawa, seperti pemain teater.
Lalu ia duduk pada salah satu sisi tempat tidur dan menatap lekat-lekat foto tiga tahun yang lalu, saat ia masih menjadi siswi di salah satu sekolah swasta ternama di Jakarta. Dengan matanya yang berbinar ia berkata dengan lirih, "Kamu memang Agrista, Agrista yang siap menjadi apa saja. Tapi bukan berarti dia dapat mempermainkan seorang pemain teater. Aku lebih lihai dari padanya, biar saja dia memulai hidup sengan perempuan itu. Aku lebih kuat, aku akan bersandiwara di depan pernikahannya besok, lihat saja!" Agrista bangkit mengambil gaun pesta yang sudah ada di tempatnya.
Ia tepat berada di kepingan pecahan kaca tadi, pantulan dirinya menjadi beberapa bagian yang saling memberika sudut pandang yang berbeda antara satu pecahan dengan pecahan yang lain. Agrista mencoba menatapnya kembali lekat-lekat. Tiba-tiba ia menangis tersedu-sedu, sangat pedih bila di dengarkan. Dan tidak lama kemudian ia tertawa amat keras, lalu diam dan ia duduk di dekat pecahan kaca itu, tanpa takut akan melukai kulit mulusnya. “Vin, aku ikhlas, sungguh ihklas. Lihat, aku tegar. Aku tidak akan lagi menangis dan mencampuri urusanmu. Besok terakhir aku melihat kamu dengannya, dengan wanita yang sesuai dengan agamamu dan semoga Tuhan memberkatiku. Aku ikhlas vin”.
Agrista tersenyum manis, walau wajahnya amat memilukan bila di lihat dengan seksama. Dirapihkannya pecahan kaca tersebut. Tanpa sengaja ibu jarinya menjadi korban pecahan kaca, ia tidak menggubris, tetap di rapihkannya. Dalam sisi kaca yang lain telihat, pipinya kembali basah oleh tangisan pilunya dengan darah di ibu jarinya.

Cimahi
24 April 2013